Ramadan di Kairo

31 08 2008

Bulan puasa telah tiba. Seluruh umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan lamanya. Tua, muda dan anak-anak, semua gembira dengan datangnya bulan ramadhan. Yang tua senang karena ramadhan dinilai sebagai bulan yang efektif untuk menghapuskan seluruh dosa yang telah berlalu dan akan datang. Yang muda lain lagi, sebagian bergembira karena karena porsi untuk bertemu dengan sang pujaan hati terasa lebih banyak, sebagian lagi bahagia bisa aktip dalam kegiatan social dan kemasyarakatan. Ramadhan bagi anak-anak punya nilai tersendiri yang tak bisa mereka dilukisan dengan kata-kata. Banyaknya kue yang dibuat oleh ibu, porsi bermain yang cukup banyak karena liburan sekolah, bisa taraweh bersama dengan teman-teman dsb, menjadi alasan utama mengapa anak-anak sangat bahagi dengan datangnya bulan suci ramadhan.

Ramadhan di kampung halaman sendiri, tentulah terasa enak dan senang. Apalagi di samping dekat dengan orang tua, keluarga dan teman, hadirnya suguhan makanan dan minuman yang beaneka ragam serta kue dengan berbagai corak, semua dapat kita nikmati ketika berbuka dan bersantap sahur. Pemandangan seperti ini dapat dinikmati oleh setiap orang, tapi tidak bagi penulis. Hadirnya makanan dan minuman yang beraneka ragam, bersantap sahur dan buka puasa bersama dengan keluarga, kini tinggal kenangan yang tak terlupakan.

Agak terasa memang, perbedaan berpuasa di kampung halaman sendiri dengan orang lain. Apalagi jika harus berpuasa di negara orang lain. Sungguh pemandangan yang sangat berbeda dengan Indonesia. Itulah yang penulis rasakan ketika harus puasa di kota Kairo, jauh dari Indonesia dan orang tua. Ada perasaan senang, bahagia, tenang, khusyuk dan tak sedikit pula sedihnya. Senang dan bahagia karena masih bisa menikmati hadirnya bulan puasa, sekalipun dengan makanan dan minuman ala kadarnya. Tenang dan khusyuk karena kurangnya godaan yang bisa menjadi penghalang ibadah. Sedih karena harus puasa jauh dari orang tua, sedih karena hadirnya makanan dan minuman yang beraneka ragam, hasil olahan sang ibu, kini tak lagi saya rasakan.

Ramadhan di Kairo memiliki corak tersendiri yang sedikit berbeda dengan Negara-negara lain. Jauh hari sebelum datangnya bulan puasa, pasar-pasar ramai dengan aneka ragam makanan, minuman, perlengkapan ibadah dan mainan yang dijajakan khusus bagi pembeli. Biasanya, menjelang ramadhan, ibu-ibu Mesir ramai berbelanja rempah-rempah makanan sebagai persiapan selama bulan suci ramadhan. Maka tak heran jika ramadhan tiba, toko-toko alternative mudah sekali kita jumpai di pinggir jalan.

Ada kebiasaan lain orang Mesir sebelum datangnya bulan ramadhan. Mereka berbondong-bondong membeli Fanus, untuk dipasang di rumah masing-masing. Fanus adalah lampu ala timur tengah, agak mirip dengan lampu Aladin di film-film. Fanus sendiri memliki berbagai macam ukuran dan bentuk. Mulai dari yang besar sampai yang kecil, semua menjadi lampu ramadhan alternative bagi warga Mesir.

Jadi pada bulan ini, rumah-rumah, jalanan dan beberapa tempat, ramai dengan hiasan lampu fanus. Tak ketinggalan pula, aksi anak-anak bermain lampu fanus, yang dapat dinyalakan melalui baterei. Fanus seperti ini memang dirancang khusus, agar anak-anak dapat membawanya ketika berangkat salat taraweh pada malam hari. Anehnya, sekalipun fanus juga dijual luar ramadhan, tapi nanti ramadhan tiba, barulah masyarakat ramai-ramai membelinya. Makanya tak heran jika menjelang ramadhan, hampir semua toko menjajakan lampu fanus, sekalipun dulunya tidak menjual.

Bahkan menurut ammu Ahmad, salah seorang penjual fanus dekat rumah saya, menjelang ramadhan dan pada bulan ramadhan, dirinya mengaku mendapatkan keuntungan hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. “Alhamdulillah, Permintaan fanus di bulan puasa bertambah hampir tiga kali lipat” katanya sambil menghadiahkan fanus kecil kepada saya. Toko ammu Ahmad adalah tempat belanja saya sehari-hari. Tokonya menyerupai supermarket, jadi untuk kebutuhan sehari-hari, seperti beras, telur, indomie dan kue, bisa saya dapatkan dengan mudah di toko ini.

“Kullu Dah Min Sin” ucap ammu Ahmad dengan bahasa Ammiyah Mesir, sambil menunjuk beberapa fanus. Jadi ternyata fanus-fanus yang tadi ditunjuk oleh ammu Ahmad diimport langsung dari cina. Memang kebanyakan fanus di Mesir, didatangkan langsung dari cina. Tetapi ada juga produk dalam negeri. Biasanya, fanus cina harganya jauh lebih murah, tapi kurang berkualitas dibanding produk dalam negeri. Biasanya orang-orang gemar dengan fanus-fanus cina, karena dipakai hanya untuk sementara saja, yaitu selama ramadhan berlangsung.

Maidatur Rahman merupakan ciri khusus datangnya bulan ramadhan di Mesir dan Negara-negara arab yang lain. Maidatur Rahman adalah tempat khusus yang dibuat dari beberapa tenda dan bentuknya tertutup karena pintu masuk hanya terdiri dari satu arah saja. Maidatur Rahman dibangun untuk melayani orang-orang yang berpuasa selama bulan ramadhan.

Biasanya, orang-orang kaya Mesir memberikan dana kepada perorangan ataupun yayasan tertentu, untuk membuat Maidatur Rahman. Bagi yang memiliki banyak dana, membangun tempat yang lebih besar dan bisa menampung ratusan orang adalah target mereka. Namun ada pula yang mendirikan tenda sederhana berkapasitas puluhan orang, tujuannya sama yaitu melayani orang-orang yang berpuasa di bulan ini. Memang Mesir terkenal dengan Negara yang sangat dermawan, ketika bulan ramadhan.

Memilih Maidatur Rahman, juga menjadi perhatian khusus bagi mahasiswa dan mahasiswi indonesia yang belajar di Mesir, khususnya di kota Kairo. Karena menu makanan yang disediakan di setiap tempat berbeda antara satu dengan yang lainnya, Jadi mahasiswa tinggal memilih menu apa yang menjadi kesukaan mereka. Mulai dari ikan bakar, ayam, daging dan sebagainya dapat di nikmati di Maidatur Rahman, tanpa harus mengeluarkan kocek alias gratis. Terkadang saya buka puasa keliling di kota Kairo selama bulan ramadhan. Ini menjadi trik khusus, untuk mengetahui Maidatur Rahman mana yang memiliki menu paling special, sebagai persiapan bulan puasa mendatang.

Ramadhan juga, biasanya menjadi bulan ‘panen’ bagi mahasiswa asing, yang belajar di Mesir. Panen adalah istilah mahasiswa, karena banyaknya bantuan dari penduduk Mesir untuk mahasiswa. Pada bulan ini, biasanya banyak sekali dermawan yang memberikan sumbangan-sumbangan kepada mahasiswa. Baik yang berupa uang, bahan makanan dan lain-lain, yang terkadang datang dengan tiba-tiba di mana saja. Seakan-akan mereka (para dermawan) tak mau ketinggalan untuk senantiasa memperbanyak amal dan ibadah selama bulan suci ramadhan.

Ramadhan di Mesir sangat terasa hadirnya. Apalagi ramai orang, berbondong-bondong ke mesjid setiap saat. Pada malam hari, mesjid tak pernah kosong dengan kegiatan ibadah. Bahkan setelah salat Magrib, kegitan terus berlanjut hingga salat Subuh tiba.

Biasanya para jamaah berbuka dengan tiga biji kurma dan segelas air putih atau teh. Setelah itu melakukan salat Magrib berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan makan makanan berat seperti nasi dan kue-kue. Sambil menikmati makanan, para jamaah disuguhi dengan siraman rohani oleh muballiq-mubaliq yang terkenal. Tapi bagi orang yang memilih buka puasa di rumah masing-masing, pemandangan seperti ini tentu tak mereka rasakan.

Aktifitas warga yang berbau duniawi seakan sepi, dengan dikumandangkannya azan Isya. Masyarakat yang tadinya tidak sempat berbuka di mesjid atau yang buka puasa di rumah dan di jalan-jalan, berbondong-bondong menuju masjid untuk menunaikan salat Isya. Mereka tak mau ketinggalan salat Isya dan Tarawih berjamaah, yang durasi waktunya hampir empat jam. Kebanyakan mesjid di Mesir memilih salat tarawih yang berjumlah 8 rakaat. Namun tak sedikit mesjid yang memilih 20 rakaat. Setiap malam, imam salat Tarawih membaca 1 juz surah dalam Alquran. Jadi selama sebulan, 30 juz atau satu alquran penuh, dapat kita dengarkan dari mulut sang imam.

Setelah salat tarawih, bagi yang masih mampu dan tahan beribadah, memilih untuk melanjutkan salat tahajjud dan witir berjamaah hingga tiba waktu Subuh. Pada Asyarah Awahir Ramahan (sepuluh terakhit ramadhan), puluhan hingga ratusan jamaah memenuhi mesjid-mesjid, hanya untuk yang melakukan. Mulai dari dari salat wajib, salat sunnah, pengajian, baca qur’an dan zikir bersama. Semua ini, seakan menjadi aktifitas yang menarik dan membanggakan bagi orang-orang yang tua, anak muda dan anak-anak.

Pada Asyarah Awahir Ramahan juga, orang berbondong-bondong untuk beri’tikaf di mesjid. I’tikaf adalah bermalam dan menghabiskan waktu di mesjid selama bulan ramadhan. Ada yang bermalam sehari, dua hari sampai sepuluh hari, tanpa pernah balik ke rumah. Mereka seakan tak mau absen dalam beribadah ramadhan walau sedetik. Olehnya itu, sebelum I’tikaf mereka sudah menyediakan seluruh keperluan yang akan dipergunakan nanti.

Pokoknya nuansa ramadhan di Mesir memiliki corak tersendiri yang tak dapat saya lupakan. Ramainya orang berbuka di Maidatur Rahman dan mesjid-mesjid, ramainya jalan-jalan dengan lampu fanus, salat malam berjamaah, I’tikaf dan panen ramadhan serta masih banyak lagi pemandangan yang menarik, menjadi memori yang akan senantiasa terkenang sepanjang masa.


Aksi

Information

Tinggalkan komentar